.:" I love you, not only for what you are, But for what I am when I am with you ":.

Selasa, 28 Juni 2011

ENGKAU ADALAH TULANG RUSUKKU


Setelah menikah, Dara dan Raka mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang kain mendera. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain.

Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas. Pada suatu hari, pada akhir sebuah pertengkaran, Dara lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, "Kamu nggak cinta lagi sama aku!"

Raka sangat membenci ketidakdewasaan Dara dan secara spontan balik berteriak, "Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!"

Tiba-tiba Dara menjadi terdiam , berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Raka, seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar.

Raka menyesal akan apa yang sudah dia ucapkan. Tetapi seperti air yang telah tertumpah, ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali.

Dengan berlinang air mata, Dara kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah. "Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi. Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing."

Lima tahun berlalu.

Raka tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Dara. Dara pernah ke luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan kini kembali ke kota semula. Dan Raka yang tahu semua informasi tentang Dara, merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Dara tak menunggunya.

Dan di tengah malam yang sunyi, saat Raka meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Dara.

Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.

Raka : Apa kabar?

Dara : Baik... ngg.., apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?

Raka : Belum.

Dara : Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut.

Raka : Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah. Tidak akan ada yang berubah.

Dara tersenyum manis, lalu berlalu.

"Good bye...."

Seminggu kemudian, Raka mendengar bahwa Dara mengalami kecelakaan, mati. Malam itu, sekali lagi, Raka mereguk kopinya dan kembali merasakan sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Dara, tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan.

point of view :

"Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai (istri, ibu, ayah, anak). Dan akibatnya seringkali adalah fatal"


Jumat, 17 Juni 2011

TAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA


Mungkin kalimat itu sering terdengar dalam keseharian kita. Dan banyak orang yang mengetahuinya. Tapi apa dengan mengetahuinya saja sudah cukup?

Sementara hanya ada segelintir orang yang berusaha untuk menghayati kalimat tersebut.

Salah satunya ya (ehem2) aku…:-D

(serius neh) Belum lama ini, memang aku berusaha untuk menghayati kalimat tersebut. Nah, yang ku maksud dengan menghayati itu adalah bukan sekedar kita mengetahui bahwa ‘Tidak ada manusia yang sempurna’ melainkan kita berusaha untuk memahami setiap manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Mungkin hal itu kedengarannya sepele, tetapi untuk kita benar-benar menerapkan dalam kehidupan adalah hal yang tidak mudah.

Ketika kita melihat seseorang dengan kelebihannya, kita cenderung melupakan unsur dalam kehidupan yaitu berpasangan. Yang artinya ‘ada kelebihan, pasti ada kekurangan’.

Kita terkadang sulit untuk menerima hal yang satu itu. Padahal setiap manusia pasti punya kekurangan. (kalo gak punya, perlu dicek telapak kakinya nempel di tanah gak?hehe).

Memang tidak mudah untuk menerima kekurangan seseorang. Awalnya aku (secara gak sadar) menolak kekurangan-kekurangan orang disekitarku, misalnya dengan marah2 gak jelas, protes2 karena sesuatu hal yang kita gak suka…

Tetapi akhirnya aku tiba di suatu titik (mungkin ini namanya tingkat kedewasaan ya?PEDE BGT!) dimana aku mulai mencoba untuk menerima kekurangan itu.

Misalnya dalam sebuah hubungan pertemananku. Ada yang suka seenaknya sendiri, ada yang suka merintah2, ada yang suka ngedumel di belakang, ada yang omongannya kasar dan berbagai kekurangan lainnya.

Awalnya aku agak kaget ketika mulai mengetahui kekurangan itu, tetapi kemudian aku berusaha untuk menekan rasa ke-tidaksukaan-ku itu dengan bersabar.

Dan akhirnya…(alhamdulilah) hubunganku dengan semuanya masih terjaga dengan baik sampai saat ini. Karena aku selalu berpikir bahwa seburuk apapun orang itu, pasti dia punya ‘sesuatu’.

Makanya gak heran kalo kebanyakan teman-temanku justru adalah orang yang gak punya banyak teman. Orang yang bisa dibilang ‘kurang’ disukai oleh lingkungannya.

Kadang aku suka heran…kenapa ada saja orang yang bilang begini padaku…”Aaaaduh…kamu kok tahan sih berteman ama dia…

Dan akupun cuma bisa menanggapinya dengan santai. Karena toh selama aku berteman dengan mereka, aku merasa nyaman2 aja. yaaahh…meskipun terkadang ‘makan ati’. Tapi aku percaya, kita berteman dengan siapapun itu (selama dia manusia) pasti akan ada perselisihan.

Kita harus menyadari kalau kita juga punya kekurangan, jangan kita hanya sibuk menilai orang lain saja. Dengan begitu kita bisa berusaha untuk menekan kekurangan kita.

Bagaimanapun juga, manusia mempunyai kepribadian unik satu sama lain yang menjadikannya makhluk Tuhan yang paling sempurna.

Senin, 13 Juni 2011

BOCORAN KONFERENSI IBLIS, SYETAN DAN JIN

DIKUTIP.COM - Pernahkah anda mendengar konferensi ini? Sedikit renungan disela kesibukan kita, sekedar saling mengingatkan. Dalam suatu Konferensi iblis, syaitan dan jin, dikatakan:

"Kita tidak dapat melarang kaum muslim ke Mesjid",
"Kita tidak dapat melarang mereka membaca Al-Qur'an dan mencari kebenaran",
"Bahkan kita tidak dapat melarang mereka mendekatkan diri dengan Tuhan mereka ALLAH SWT dan Pembawa risalah-Nya Muhammad",
"Pada saat mereka melakukan hubungan dengan ALLAH SWT, maka kekuatan kita akan lumpuh."
"Oleh sebab itu, biarkanlah mereka pergi ke Masjid, biarkan mereka tetap melakukan kesukaan mereka, TETAPI CURI WAKTU MEREKA, sehingga mereka tidak lagi punya waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada ALLAH SWT".
"Inilah yang akan kita lakukan," kata iblis.
"Alihkan perhatian mereka dari usaha meningkatkan kedekatannya kepada ALLAH SWT dan awasi terus kegiatannya sepanjang hari!".
"Bagaimana kami melakukannya?" tanya para hadirin yaitu syaitan, dan jin.
Sibukkan mereka dengan hal-hal yang tidak penting dalam kehidupan mereka, dan ciptakan tipu daya untuk menyibukkan fikiran mereka,"
Jawab sang iblis "Rayu mereka agar suka BELANJA, BELANJA DAN BELANJA SERTA BERHUTANG, BERHUTANG DAN BERHUTANG".
"Bujuk para istri untuk bekerja di luar rumah sepanjang hari dan para suami bekerja 6 sampai 7 hari dalam seminggu, 10 - 12 jam seminggu, sehingga mereka merasa bahwa hidup ini sangat kosong."
"Jangan biarkan mereka menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka."
"Jika keluarga mereka mulai tidak harmonis, maka mereka akan merasa bahwa rumah bukanlah tempat mereka melepaskan lelah sepulang dari bekerja".
"Dorong terus cara berfikir seperti itu sehingga mereka tidak merasa ada ketenangan di rumah."
"Pikat mereka untuk terus membunyikan radio atau kaset selama mereka berkendaraan".
"Dorong mereka untuk menyetel TV, VCD, CD dan PC di rumah.
"Sepanjang hari, bunyikan musik terus menerus di semua restoran maupun toko2 di dunia ini."
"Hal ini akan mempengaruhi fikiran mereka dan merusak hubungan mereka dengan ALLAH SWT dan Rasul-Nya"
"Penuhi meja-meja rumah mereka dengan majalah-majalah dan tabloid".
"Cekoki mereka dengan berbagai berita dan gosip selama 24 jam sehari".
"Serang mereka dengan berbagai iklan-iklan di jalanan".
"Banjiri kotak surat mereka dengan informasi tak berguna, katalog-katalog, undian-undian, tawaran-tawaran dari berbagai macam iklan.
"Muat gambaran wanita yang cantik itu adalah yang langsing dan berkulit mulus di majalah dan TV, untuk menggiring para suami berfikir bahwa PENAMPILAN itu menjadi unsur terpenting, sehingga membuat para suami tidak tertarik lagi pada istri-istri mereka"
"Buatlah para istri menjadi sangat letih pada malam hari, buatlah mereka sering sakit kepala". "Jika para istri tidak memberikan cinta yang diinginkan sang suami, maka mereka akan mulai mencari di luaran".
"Hal inilah yang akan mempercepat retaknya sebuah keluarga"
"Terbitkan buku-buku cerita untuk mengalihkan kesempatan mereka untuk mengajarkan anak-anak mereka akan makna shalat."
"Sibukkan mereka sehingga tidak lagi punya waktu untuk mengkaji bagaimana ALLAH SWT menciptakan alam semesta. Arahkan mereka ke tempat-tempat hiburan, fitness, pertandingan-pertandingan, konser musik dan bioskop."
"Buatlah mereka menjadi SIBUK, SIBUK DAN SIBUK." "Perhatikan, jika mereka jumpa dengan orang shaleh, bisikkan gosip-gosip dan percakapan tidak berarti, sehingga percakapan mereka tidak berdampak apa-apa.
"Isi kehidupan mereka dengan keindahan-keindahan semu yang akan membuat mereka tidak punya waktu untuk mengkaji kebesaran ALLAH SWT."
"DAN DENGAN SEGERA MEREKA AKAN MERASA BAHWA KESUKSESAN, KEKAYAAN, KEBAIKAN/KESEHATAN KELUARGA ADALAH MERUPAKAN HASIL USAHANYA YANG KUAT - DAN BUKAN ATAS IZIN ALLAH SWT."
"PASTI BERHASIL, PASTI BERHASIL."
"RENCANA YANG BAGUS."
Iblis, syaitan dan jin kemudian pergi dengan penuh semangat melakukan tugas MEMBUAT MUSLIM MENJADI LEBIH SIBUK, LEBIH KALANG KABUT, DAN SENANG HURA-HURA".
"Dan hanya menyisakan sedikit saja waktu buat ALLAH SWT sang Pencipta."
"Tidak lagi punya waktu untuk bersilaturahmi dan saling mengingatkan akan ALLAH SWT dan RasulNya".
Sekarang pertanyaannya adalah,
"APAKAH RENCANA IBLIS INI AKAN BERHASIL???"
"KITALAH YANG MENENTUKAN..!!!"


SYAHADAT CINTA

Senja ini, di antara syahdu angin laut yang bernyanyi. Seirama dengan tarian ombak yang menggulung-gulung memecah pantai. Menyusuri buti-butir pasir yang kemilau oleh mentari yang mengintip malu dibalik tirai senja. Diiringi panorama burung-burung yang meliuk-liuk indah di angkasa. Tenang, damai, mendengar alam bernyanyi layaknya vokal grup yang saling melengkapi. Subhanallah. Maha Suci Allah yang menciptakan alam sedemikian indah ini. Dan aku seakan-akan mendengar mereka semua melantunkan Surat Ar-Rahman berbisik ditelingaku

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya Kemudian bertemu, Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Dan kepunyaanNya lah bahtera-bahtera yang Tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman [55] : 16-25)

Aku berdiri di tepian pantai. Mataku tajam menatap lautan yang membentang luas. Jiwaku jadi kerdil. Betapa kecilnya diri ini jika dibandingkan makhlukNya yang lain. Apa lagi jika dibanding dengan Dia yang menciptakan ini semua. Allahuakbar! Maha Besar Allah dengan semua ciptaanNya.

Kilau mentari yang menghiasi langit senja ini semakin indah dan semakin meninggalkan hari. Rasanya ingin berlama-lama di bibir pantai ini. Mentafakuri dan menikmati ciptaanNya yang jarang sekali aku lihat kecuali ketika aku pulang ke Lampung.

“Gie...!!!” Teriak seseorang dari arah belakangku yang sangat aku kenal.

Endi namanya. Dia sahabat dekatku. Dia yang pertama kali mengajakku ke pantai ini ketika aku pulang setahun yang lalu.

“Ya...!”

“Sudah jam 5 lewat ¼, balik yu!”

Aku hanya tersenyum menatapnya. Dia datang menghampiriku dan merangkul pundakku dengan akrab.

“Sudahlah! Allah pasti punya rencana indah buatmu.”

“Aku percaya itu. Tapi...”

“Tapi apa? Aku nggak mengenal Gie sahabatku yang mudah lemah seperti ini. Aku kenal Gie seperti dia menatap setitik perahu yang jauh di lautan luas sana.” Sambil tangannya menunjuk kearah perahu di tengah lautan. “Gie yang fokus pada mimpi dan tujuan-tujuan besarnya. Kamu bukan Gie yang runtuh semangatnya hanya karena satu benturan. Perkara jodoh, Allah berjanji akan memberikan yang baik buat hamba-hambaNya yang baik. Jadi ikhtiarmu dalam mencari bidadarimu itu, hanyalah dengan terus berupaya memperbaiki diri kawan.” Jawabnya tegas berupaya mengingatkanku.

“Hemm... benar Ndi. Mungkin memang belum saatnya aku untuk menikah dalam waktu dekat ini.”

“Kamu harus tahu apa yang diinginkan bapak dan ibumu. Dia ingin anaknya bisa selesai S1-nya. Bisa mengejar mimpi dan cita-citanya. Betapa bangganya ibumu ketika ia cerita padaku, kalau anak pertamanya bisa melanjutkan sekolahnya di perguruan tinggi dengan biaya sendiri tanpa harus membebani orang tua. Pendidikan tinggi di kampung kita itu barang langka Gie. Ibu dan bapakmu bangga kamu bisa menjadi harapan keluarga. Lihat adikmu yang masih sekolah. Kamu masih harus membantu biaya sekolahnya.” Cerita Endi padaku. Aku pun tak sanggup menahan airmata mendengarnya.

Tiba-tiba teringat wajah ibuku yang terlihat lelah membesarkan anaknya. Teringat setiap kali aku pulang ke rumah ia selalu mencium kening dan pipiku. Teringat wajah bapak yang mulai menua dan berkurang produktifnya. Aku tak sanggup lagi menahan tangisku disaksikan laut, mentari dan langit senja. Endi mendekapku kencang. Ia sangat tahu seperti apa perasaanku.

“Maaf sobat! Aku hanya ingin kamu menjadi setegar karang yang diterpa ombak. Aku ingin kamu seperti elang yang terbang di angkasa sana yang tak pernah surut untuk turun meski angin kencang menerpanya. Kamu pahlawan buat keluargamu. Aku bangga punya sahabat sepertimu.” Lanjutnya membesarkan hatiku.

Aku sela air mataku, aku tatap matanya, lalu kukatakan, “aku juga bangga punya sahabat sepertimu, yang sangat peduli dan mengerti perasaan sahabatnya”. Jawabku sambil aku balas dekapannya.

“Kalau kamu bisa penuhi apa yang orangtuamu inginkan dan membuat mereka bangga, jangankan satu. Empat sekaliguspun mereka pasti akan mengiyakan!”

“Ah.. bisa aja.” Sela ku. Aku hanya tersenyum. “Ibu sebenarnya sih mengizinkan aku menikah. Tapi ya itu tadi, betul katamu. Ibu khawatir kuliahku berhenti ditengah jalan. Dia ingin aku selesai kuliah dulu.”

“Tapi kamu belum sampai jauh dengan gadis itu kan?” Tanya Endi.

“Maksudmu?”

“Eee... ee.. Nggak pacaran kan?”

“Astagfirullah! Ya nggak Ndi! Kamu kayak baru kenal aku aja!” Tegasku sambil melotot.

“Maaf, maaf! Aku hanya khawatir aja! Tapi dia tahu perasaanmu?”

“Enggak!” jawabku sambil menggelengkan kepala. “Cuma kamu, Ibu dan Bapak yang tahu tentang perasaanku ini! Dan aku gak akan mengungkapkan perasaanku ini kecuali dengan wanita yang sah menjadi istriku.” Tegasku.

“Dia akhwat teman satu fakultas.” Lanjutku bercerita. “Setiap kali kuliah aku pasti ketemu dia. Entah dia duduk di depan. Entah dia duduk di belakang. Itu yang menyiksa perasaanku. Aku coba fokus pada pelajaran. Tapi tetap saja aku gak bisa menghilangkan perasaan ini. Aku coba untuk rajin puasa. Bahkan puasa daud. Bahkan aku sering bangun malam. Menangis. Mengadukan semuanya pada Allah. Tetapi belum tampak Allah memberikan jawabannya padaku. Aku semakin disiksa dengan perasaanku karena setiap hari harus bertemu dengan dia di kampus.”

“Ck.. ck.. ck..,” gerutu Endi sambil menggelengkan kepala. “Itu manusiawi Gie. Bukan hanya kamu. Pemuda di seluruh dunia juga pernah merasakan apa yang kamu rasakan. Allah sedang mengujimu. Apakah kamu sanggup menjaga kehormatan dan kesucian dirimu, sampai kamu sabar dan Allah memberikan pertolonganNya. Coba kamu sibukkan dirimu dengan hal-hal yang positif dan berusahalah pelan-pelan untuk melupakannya.”

“Aku sudah coba dengan memadatkan agenda dakwahku di luar jam kerja dan jam kuliahku. Tapi kalau setiap kali kuliah ketemu dia gimana aku bisa melupakannya? Apa aku berhenti kuliah saja?”

“Gie...! Gie...! Baru aku bilang. Ingat ibumu yang sangat ingin kamu selesai S1. Coba setiap kali kamu ingat dia, hadirkan wajah ibumu. Perasaan itu adalah fitrah manusia. Allah sedang mengujimu. Kalau kamu sabar untuk tetap menjaga kesucian dirimu untuk tidak terjerumus kepada hal-hal yang Allah tidak ridhai, Allah pasti akan memberikan pertolonganNya padamu. Kamu ingat firman Allah di surat Al-Baqarah 153,

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Astagfirullahaladzim, gumamku dalam hati. Ya Allah ampuni aku yang tidak bisa sabar menghadapi ujianMu ini.

Aku peluk erat Endi, dan aku katakan lirih ditelinganya. “Benar Ndi! Terimakasih nasehatmu. Kamu selalu menguatkanku saat aku lemah.”

“Aku sahabatmu Gie. Aku bisa pahami itu.”

“Oya Gie,” endi melepaskan pelukannya. “kalau seandainya Ibu dan bapak merestuimu untuk menikah. Apa gadis itu juga suka sama kamu? Dan apa dia mau sama kamu?”

Glek!

Aku terdiam beberapa detik.

“Iya juga. Apa dia mau sama aku ya?”

“Nah, kalau dia mau sama kamu, belum tentu juga siap untuk nikah. Masalah lagi!”

Tambahnya lagi.

Aku diam terbengong. Sepertinya ada burung gagak yang menyambar kepalaku.

“Hehehe.. koq bengong! Nah itu artinya kamu gak usah terlalu dibawa perasaan. Kalau itu juga gak jelas! Ya sudah!

“Sebentar lagi magrib, ke masjid yuk!”

“Ayo” jawabku pendek.

Sepanjang perjalanan ke masjid aku coba merenungi kata-kata terakhirnya. Benar juga, kenapa harus aku merasa tersiksa dengan perasaanku. Aku juga tidak tahu apa akhwat itu bersedia menikah denganku.

***

Ba’da Magrib kami putuskan untuk pulang. Kami membawa kendaraan motor dari rumah. Karena memang jarak pantai beberapa kilo dari rumah. Aku yang berada di depan membawa motornya dan Endi berada di belakang aku bonceng.

Setelah selesai shalat magrib dan sepanjang perjalanan aku merasakan sesuatu yang aneh. Seperti ada orang yang membuntuti kami setelah keluar dari masjid. Aku merasa seperti punya janji terhadap seseorang. Tetapi aku lupa janji apa itu.

“Gie, kapan balik lagi ke Tangerang?” tanya Endi coba memecahkan keheningan di perjalanan.

“Besok pagi. Insya Allah.”

“Berarti ini kebersamaan kita yang terakhir?” Mimiknya sedikit kecewa

“Insya Allah pasti kita ketemu lagi.” Jawabku mencoba mengobati kecewanya.

“Ndi, kamu liat orang yang naik motor dibelakang kita nggak? Kayaknya buntutin kita dari tadi.”

“Yang mana? Nggak ada siapa-siapa koq!” Tegas Endi sambil memperhatikan kebelakang

“Liat di kaca spion. Pakaiannya serba hitam.”

Sssiiittt...

Aku hentikan kendaraan dan coba menoleh kebalakang. Dia, pria berpakaian hitam itu juga ikut berhenti dengan kendaraannya. Hatiku menjadi gelisah. Ada perasaan takut yang tiba-tiba menghantuiku begitu dahsyat.

“Gie, kamu lihat apa sih?”

“Lihat dibelakang kita. Kendaraan itu juga ikut berhenti. Sepertinya memang ada sesuatu yang ia inginkan dari kita.”

“Apa? Aku nggak lihat apa-apa Gie?”

Aku tidak peduli apa tanggapan Endi. Tapi aku merasa sangat takut sekali. Aku tancap gas dengan kecepatan yang tinggi! Aku ucapkan kalimat tauhid sepanjang perjalanan.

“Laa ilaha ilallah... Laa ilaha ilallah”

“Gie.. Pelan-pelan!” Teriak Endi.

Aku tidak peduli dengan teriakan Endi. Aku perhatikan kaca spion, sepertinya dia mengimbangi kecepatanku. Aku tambah kecepatanku. Dia semakin mendekat dibelakang. Aku semakin takut tidak karuan. Aku ambil kanan mendahului beberapa kendaraan. Sesampai ditikungan, tiba-tiba muncul truk Fuso dari arah berlawanan. Dan aku tak dapat menghindari truk-fuso itu dengan kecepatan kendaraanku yang tinggi.

Endi berteriak, “GIEE...! AWAS...!”

Dan... DAR...!

Kendaraan kami menabrak truk Fuso itu. Endi terlempar jauh, dan aku terjatuh masuk kedalam kolong Fuso itu.

SSS...!

Tubuhku terasa panas seperti terbakar. Remuk seperti ada yang meremas.

“Gie... gie..” samar-samar terdengar suara Endi memanggilku

HE... AH...! HE... AH...! HE... AH...! Nafasku tersengal-sengal.

Tiba-tiba aku melihat sosok pria yang membuntuti kami tadi. Dia turun dari kendaraan dan berjalan kearahku. Semakin dekat. Semakin besar. Semakin seram. Aku tak dapat melihat wajahnya secara jelas. Aku semakin takut. Aku tersadar ternyata dia adalah Izrail. Malaikat Maut. Dia mendekatiku dan menggapai tubuhku yang remuk.

Dan tiba-tiba, semuanya menjadi gelap!

Kisah ini hanya fiktif semoga ada hikmahnya.

Wallahu alam bi shawab.


Arsip : EraMuslim