I’m nothing, not special, and not perfect. Kesimpulannya, I just the ordinary people. Aku tak percaya bahwa orang seperti aku bisa memiliki pesona, yang bisa menarik hati siapa saja. ya, siapa saja, andai aku menyadarinya. Dan karena aku tidak menyadarinya, maka aku tidak mengerti bahwa aku harus menghargainya, bahwa aku harus menjaganya, agar segala pesona itu tidak pudar, dan membuatku kehilangan. Bahkan andai sejuta orang pun berkata bahwa aku cantik, aku tetap tidak merasa bahwa diriku cantik. Meski seratus orang kemudian tertarik, lalu diantaranya bahkan jatuh cinta atau menyayangi, aku tetap tidak percaya bahwa semua itu tulus untukku. Maka aku pun bersikap seolah-olah mereka tidak suka, seolah-olah aku bukan siapa-siapa, dan memang kenyataannya bukan siapa-siapa.
Aku memilih untuk menghapus segala jejak indah yang mungkin tergores dalam hati siapa saja, bahwa mereka pernah menyukai, bahkan jatuh cinta kepadaku, sebab aku takut mereka pergi
jikasaja mereka tahu, bahwa aku tak seindah yang mereka bayangkan, aku tak sebaik yang mereka pikirkan. Kenapa harus jatuh cinta, hanya dengan sekali pandang? Tidakkah seharusnya mereka tahu, apa, siapa, dan bagaimana sebenarnya diriku? Aku suka berteman dengan siapa saja, aku suka mengobrol dengan siapa saja, aku suka diskusi dengan siapa saja, anak-anak, orang dewasa, orang tua, laki-laki ataupun perempuan, buatku nyaris tidak ada bedanya. Hanya kemudian aku tahu, bahwa dalam Islam ada batasan yang tidak boleh dilanggar, ada rambu-rambu yang tidak boleh diabaikan begitu saja.
Tetapi, aku telah merasakan kerasnya kehidupan, mengecap pahitnya kehilangan. Dengan susah payah dan cucuran air mata aku telah bertahan, maka aku memilih untuk membangun tembok tinggi di dalam hatiku. Aku tak berani berharap, sebab aku takut kecewa. Apalagi untuk jatuh cinta. Semua hal yang melibatkan perasaan serius, kuletakkan di dasar hatiku yang paling jauh. Dan bagaimana aku membangun kepercayaan? Sesungguhnya di dunia ini tak ada seorang pun yang bisa benar-benar kita percayai. Semakin deras kepercayaan itu mengalir, semakin perih tatkala hanya kebohongan yang kita temukan. Maka aku memilih untuk mempercayai apa yang bisa kulihat dengan mataku sendiri, percaya pada apa yang bisa kudengar dengan telingaku sendiri, percaya pada apa yang telah dirasakan oleh hatiku sendiri.
Mungkin benar, saat seseorang menyamakan diriku dengan Lee Young-Jee yang menanggapi keseriusan perasaan suka yang diungkapkan oleh Han Ji-Eun, dengan gurauan, dalam sepenggal kisah drama Full House. Tetapi, apa yang tersimpan di dalam hatinya, who knows…? Mestikah aku menanggapinya dengan serius, sementara aku merasa harus ada sesuatu yang bisa membuktikan segala keseriusan itu? Jika ‘i love you’ itu cuma sekedar kata, siapa pun bisa mengatakannya. Tetapi, ada konsekuensi yang harus dihadapi setelah itu, yaitu beranikah mempertanggung jawabkan semua itu dengan menjalin pertalian yang lebih kuat dan suci dalam sebuah pernikahan. Dan benarkah rasa itu memang ada, atau hanya fatamorgana? You never know who am I, be4 you get any closer. Maka putuskanlah apa yang akan dirasakan dan diingankan oleh hatimu setelah itu.
When somebody wrote about me: “first impression when meet seorang herni, aku akui, memang kamu lebih cantik daripada di poto2 yang ada di fs atau dimanalah (aku lupa pernah liat dimana). walaupun kamu merasa ngga cantik (biasa aja) maka kamu adalah cantik, karena kamu tau bagaimana caranya memperlakukan orang2 yang tidak cantik seperti aku ini :"> “
Aku terharu…
dia menyimpan semua perasaan dan keinginan itu untukku… semua gerak-gerik, kata-kata, dan apa saja tentangku terekam dengan baik di dalam memorinya. Sedangkan aku hanya menyimpan sedikit coretan kisah tentangnya, secara umum, sama sekali tidak detail. Dan dia telah menjagaku dengan lebih baik dibanding diriku sendiri, memberikan apa saja yang aku minta. Aku tak sampai berfikir bahwa semua yang dia lakukan untukku berdasar atas perasaan sayangnya kepadaku. Bukankah, you will protect someone you love…? Dan ketika ia mengirimkan semua pengakuannya dalam lembar ‘diary’ itu, adalah 2 bulan yang lalu, aku
hanya menanggapinya sambil lalu, belum sempat aku buka, hingga malam tadi. Meski berkali ia bertanya, “sudah kamu bacakah?” aku hanya balik bertanya, “penting ya?” Bahkan aku hampir saja benar-benar melupakan ‘kiriman’ itu, dan dengan polos aku bertanya, “yang mana ya?” Oh,
betapa kata-kataku itu tentu melukainya. Sebab masih saja aku menanggapi keseriusannya dengan gurauan. Maka ketika aku membaca pengakuannya, aku pun faham, mengapa ada cerita sms 3 x sehari, mengapa ada orang-orang yang begitu gigih bertahan dengan perasaannya, meski aku berkali-kali menolaknya.
honestly, until now, aku masi engga ngeh, apa yang bisa membuat seseorang dikatakan cantik, lebih cantik, atau biasa saja. aku cuma tahu, bahwa semua yang terproyeksikan ke dalam mataku adalah bentuk sempurna dari ciptaan-Nya. Then, sejujurnya aku katakan, betapa aku sangat tersanjung dengan semua kata yang tertuang dalam 5 halaman ‘diary’ itu. Tetapi dia memintaku untuk melupakannya, meski sebenarnya naluri wanitaku berkata bahwa aku teramat senang saat membacanya. Finally, tembok di dalam hatiku mungkin terlalu tinggi untuk bisa dilewati. Tetapi tidakkah di luar sana ada seseorang yang bisa menghancurkannya? I’m still waiting….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar